mommy’s choice with it consequences

Pembicaraan mengenai SAHM (Stay at Home Mom) atau Ibu Rumah Tangga dengan WM (Working Mom) atau Ibu Bekerja bukan hal baru lagi, tetapi kelihatannya gak akan ada habisnya. Oh sebentar, jangan dilupakan ada juga WAHM (Working at Home Mom)  atau Ibu yang bekerja di rumah, yang terakhir ini sepertinya dambaan semua ibu banget. Bisa berada dirumah bisa menemani dan mengawasi anak sepanjang hari tetapi tetap mempunyai kegiatan sendiri dan rekening tetap terisi.

Kadang mereka saling mencibir, kadang satu sama lain saling mengagumi, menginginkan berada di posisi satunya. Mengapa ini bisa terjadi?Mungkin karena sebagian besar dari kita sejak kecil terbiasa membandingkan dan memberi label, juga mungkin ada juga yang belum bisa bertanggung jawab atas pilihannya beserta konsekuensinya sendiri. Sehingga membutuhkan pembenaran dengan melihat hal lainnya.

Image

photo source: http://www.dailymail.co.uk/

Mungkin ada WM yang berpikir,
”Apa yang dilakukan para Ibu Rumah Tangga ya, apa gak bosan seharian dirumah saja, ga ada kegiatan gitu, gw sih ga bakal bisa deh”.
atau ada juga yang berpikir:
“Apa ga sayang ya udah sekolah susah-susah eeh cuma duduk manis dirumah aja.

Atau sebaliknya sang Ibu Rumah Tangga mungkin ada yang berpikir:
“Itu para ibu bekerja kok tega ya ninggalin anak di rumah, apa gak kasian sama anaknya? Pergi pagi pulang malam, anak ditinggal sama pengasuh.”

Padahal, kita tidak bisa sekedar berkomentar, karena kalau kita mau membuka mata lebar-lebar, masing-masing Ibu Rumah Tangga ataupun masing-masing Ibu Bekerja itu berbeda-beda lho.

Mungkin memang ada IRT yang kegiatan sehari-harinya adalah nonton sinteron, telenovela (masih jaman gak sih telenovela?) lalu bersambung ke infotainment, setelah itu keluar rumah ketemu tetangga sambil bergosip ria.

Atau ada juga Ibu Rumah Tangga yang  sangat jarang berada di rumah, karena punya banyak kegiatan. Mungkin secara kuantitas waktunya kurang lebih samalah dengan Ibu Bekerja yang pergi pagi pulang sore menghabiskan waktu diluar rumah untuk arisan, bersosialisasi dengan ibu-ibu lain tanpa perlu memikirkan pekerjaan rumah tangga, karena sudah ada mbak asisten rumah tangga yang siap mengerjakan semua pekerjaan rumah. Termasuk tidak perlu repot membantu mengajari anak mengerjakan tugas dari sekolah, karena sudah ada guru privat yang datang ke rumah. Juga tidak perlu repot-repot anter jemput ke sekolah atau ke tempat lesnya karena sudah ada supir yang bisa diandalkan.

Tapi taukah anda ada juga IRT yang benar-benar struggle, setiap hari harus bangun pagi-pagi sekali untuk melakukan semua pekerjaan rumah, karena tidak punya mbak asisten rumah tangga. Mulai dari mencuci pakaian, membersihkan rumah, memasak dilakukan segera sebelum anaknya pulang dari sekolah, bahkan yang masih punya balita harus berpacu dengan waktu sebelum anaknya bangun. Lalu setelah semua pekerjaan rumah selesai, sang ibu masih harus mengantar jemput anak ke sekolah, ke tempat les, juga mengajarkan anak pelajaran di sekolah, sehingga seluruh waktunya dicurahkan untuk anak2nya, bahkan merangkap menjadi supir dan nanny yang harus bisa menenangkan anak pada saat cranky di mobil dan semangat menghadapi kemacetan ibukota.

Terus kapan dong IRT tipe ke-3 ini bisa menonton sinetron atau infotainment?hmmm… sepertinya sih sinetron dan infotainment sudah pasti tidak masuklah dalam agenda mereka *kibas lap microfiber*

Lalu gimana dengan Ibu Bekerja?Apa iya semua ibu bekerja yang ada di dunia ini tidak peduli dengan anaknya?atau apa iya semua ibu bekerja itu bekerja karena harus mencari nafkah.

Saya punya beberapa teman ibu bekerja yang sangat amat bertanggung jawab dengan anaknya. Bisa dibilang setelah punya anak dia jarang sekali pergi keluar makan siang atau berjalan-jalan di mall, agar dia bisa bekerja dengan efektif dan bisa pulang cepat untuk mengejar waktu sampai di rumah sebelum anaknya tidur atau harus mampir ke tempat penitipan anak karena tidak ada pengasuh di rumah. Lalu setelah sampai di rumah pun masih harus mengerjakan pekerjaan rumah, dan bangun pagi untuk memasak makanan untuk anak tercinta.

Ada yang bekerja bukan untuk mengejar uang. Secara finansial sebenarnya tanpa bekerja pun suaminya mampu membelikan barang-barang branded setiap bulannya, tidak perlu memikirkan cicilan rumah atau mobil karena sudah bisa terbayar oleh gaji suami. Tapi dia bekerja karena butuh aktualisasi diri. Lalu siapa bilang infotainment dan bergosip sama teman hanya milik Ibu Rumah Tangga saja?kemajuan teknologi bisa membuat orang untuk mencari berita gossip artis terkini lewat browsing melalui internet di kantor bukan?dan gossip juga ga harus sama tetangga di rumah saja, tetapi tetangga sebelah kubikel mungkin bisa juga diajak bergosip seru, mengenyampingkan pekerjaan sejenak.

Tetapi tahukah kamu,ada yang bekerja  karena benar-benar membutuhkan uang. Misalnya karena karena sang pemberi nafkah kurang bertanggungjawab, belum sadar betul akan posisinya sebagai kepala rumah tangga, sehingga sang isterilah yang harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Atau ada juga yang bekerja karena benar-benar membantu keuangan keluarga, bukan hanya keluarga kecilnya, tapi karena dia bertanggung jawab pada ibu dan adik2nya.

Berbeda dengan ibu yang single parents, mereka bekerja karena memang tidak ada pilihan lain. Mari kita doakan yang terbaik untuk mereka, semoga mereka selalu kuat dan tabah ya.

ImageImage

photo source: http://mrskatystacy.com

Jadi gimana?ada yang punya cerita lain seputar ibu?jadi sebelum  berkomentar apalagi menghakimi,  mari kita ber-empati, membuka mata dan telinga lebar-lebar dan jangan men-generalisasi karena keadaan setiap orang belum tentu sama dengan kita

Terus gimana dengan anak, yah balik lagi it’s a matter of choice. Saat kita menentukan pilihan, itu artinya semestinya kita sudah siap untuk menerima segala konsekuensinya. Saat diberi titipan oleh Allah yang maha kuasa, itu artinya kita punya tanggung jawab yang sangat besar.  Membesarkan anak menjadi manusia yang baik dan mengembalikannya dalam keadaan baik juga.

Saya pernah berada diposisi ketiganya. Walaupun tidak lama merasakan menjadi ibu bekerja, tapi buat saya menjadi ibu bekerja itu rasanya berat sekali. Terutama saat harus pergi bekerja meninggalkan anak dipagi hari, apalagi jika anak belum bangun, jadi tidak bisa memandikan anak dulu sebelum ke kantor. Apalagi jadi ibu bekerja di Jakarta, harus sabar dengan keadaan jalan di ibukota yang selalu macet. Sehingga beberapa kali pada saat pulang kantor malam anak sudah  tidur.

Setelah resign saya juga pernah menjadi WAHM, mencoba memulai usaha di rumah, memang menyenangkan melihat rekening tabungan yang tetap terisi dengan usaha sendiri, dan yang terpenting tetap berada di rumah bersama anak tercinta, tapi ternyata cobaannya pun berat. Gimana tetap bisa bekerja, konsentrasi mengerjakan pekerjaan tanpa merasa terganggu oleh anak.

Juga menjadi Ibu rumah tangga, kalau ini challenge nya berbeda lagi, selain harus bias membagi waktu agar semua pekerjaan bisa selesai dan bisa mengurus anak dengan baik, juga harus pintar menata hati menghadapi omongan orang.

So whats your choice mommy?

Apapun pilihan kita, mari lakukan dengan baik tanpa perlu membanding-bandingkan dengan yang lain, menerima konsekuensi sesuai pilihan kita dan apapun kegiatan yang kita pilih hari ini jangan sampai membuat kita menyesal dikemudian hari.